MAKASSAR – Dua perkara hukum yang melibatkan mantan pejabat negara dan aparat penegak hukum kembali memantik kontroversi di tengah masyarakat.
Kasusdugaan penipuan yang menjerat mantan anggota DPD RI asal Sulawesi Selatan, Bahar Ngitung, serta kasus korupsi yang menyeret Kepala Kejaksaan Negeri Bangka Tengah, Padeli, dinilai mencederai kepercayaan publik terhadap aparat pemerintah.
Kasus Bahar Ngitung kini memasuki tahap penelitian berkas di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel setelah Polda Sulsel menetapkannya sebagai tersangka. Kasi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, membenarkan pihaknya telah menerima berkas perkara tersebut sejak 14 Oktober 2025.
“Berkas sudah kami terima, namun tersangka dan barang bukti belum diserahkan. Karena itu, jaksa masih memberikan petunjuk P-19 kepada penyidik,” ujar Soetarmi, Jumat (19/12/2025) kemarin
Ia menegaskan hingga kini tahap dua belum dapat dilakukan karena penyidik masih melengkapi petunjuk jaksa. Sementara itu, Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Didik Supranoto membenarkan status tersangka terhadap Bahar Ngitung.
“Masih ada satu saksi yang akan diperiksa. Setelah itu, berkas akan dikirim kembali ke Jaksa Penuntut Umum,” kata Didik.
Bahar Ngitung disangkakan Pasal 378 dan/atau Pasal 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan. Namun, kepolisian belum mengungkap secara rinci kronologi perkara, nilai kerugian, maupun identitas pelapor karena masih menjadi bagian dari materi penyidikan. Kondisi ini memunculkan sorotan dan spekulasi publik terhadap transparansi penanganan perkara.
Kontroversi serupa juga muncul dari internal aparat penegak hukum. Kejaksaan Agung menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri Bangka Tengah, Padeli, sebagai tersangka dugaan korupsi pengelolaan dana Baznas Enrekang saat yang bersangkutan menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Enrekang.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menyatakan Padeli diduga menyalahgunakan kewenangan jabatannya dan menerima uang dalam jumlah besar.
“Yang bersangkutan diduga tidak profesional dan menyalahgunakan kewenangan dalam penanganan perkara pengelolaan dana Baznas. Penerimaan uang kurang lebih Rp840 juta bersama dengan satu tersangka lain,” ujar Anang di Kompleks Kejagung, Jakarta.
Anang menambahkan, penyidikan kasus tersebut bermula dari adanya aduan masyarakat.
“Ada aduan masyarakat mengenai dugaan transaksi dalam penanganan perkara ini. Penyidikan masih terus kami kembangkan,” katanya.
Rangkaian kasus yang melibatkan mantan wakil rakyat dan pejabat aktif kejaksaan ini menimbulkan kritik tajam terhadap integritas aparat pemerintah. Publik menilai, penegakan hukum yang lambat dan keterlibatan oknum penegak hukum justru memperdalam krisis kepercayaan masyarakat.
Masyarakat kini menunggu pembuktian bahwa proses hukum benar-benar berjalan transparan dan tanpa pandang bulu, sebagai upaya memulihkan marwah lembaga negara yang kembali dipertanyakan.(*)

